Kamis, 26 Mei 2016

Makalah Filsafat Umum : Kritisisme Immanuel Kant

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Filsafat berasal dari bahasa yunani philos yang artinya cinta dan sophie  yang artinya kebijaksanaan / kearifan. Jadi secara bahasa, filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Filsafat merupakan suatu ilmu yang pertama kali muncul dan menjadi induk dari segala ilmu pengetahuan. Filsafat muncul sebagai bentuk protes terhadap kaum sophist, kaum terpelajar pada waktu itu yang menamakan dirinya bijaksana, padahal kebijaksanaan mereka itu hanyalah semu bijaksana saja.[1]
                        Filsafat merupakan analisa kritis terhadap suatu masalah dengan berfikir radikal (fundamental/ mendasar) secara sistematisdan menjadi dasar dalam mengambil suatu tindakan. Jadi dapat dikatakan bahwa filsafat adalah ilmu yang mempelajari hakikat suatu kebenaran dan pemikiran manusia secara kritis.
Ada banyak filusuf (ahli filsafat) terkenal dengan pemikirannya masing-masing, diantaranya adalah Immanuel Kant dengan filsafatnya yang disebut kritisisme. Ia mengatakan bahwa filsafatnya merupakan penggabungan dari dua filsafat sebelumnya yang saling bertentangan, yaitu rasionalisme dan empirisme.
Sebelum kita masuk lebih dalam tentang filsafat kritisisme, alangkah lebih baiknya kita mengetahui Immanuel Kant terlebih dahulu, baik tentang sejarah hidupnya, juga pemikirannya.
B.     RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang yang telah diutarakan diatas, timbul beberapa masalah diantaranya
1.      Bagaimanakah riwayat hidup Immanuel Kant ?
2.      Apakah yang dimaksud dengan filsafat kritisisme ?

C.     TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah agar pembaca dapat memahami lebih dalam tetang riwayat hidup Immanuel Kant dan filsafatnya yang dikenal dengan sebutan filsafat kritisisme.

















BAB II
PEMBAHASAN
A.    RIWAYAT HIDUP IMMANUEL KANT

Immanuel Kant lahir pada tahun 1724 M di Konisberg, Prusia Timur (sesudah PD II dimasukkan ke Uni Soviet dan namanya diganti menjadi Kaliningrad), Jerman. Kant berasal dari pasangan Johann Georg Kant, seorang ahli pembuat baju zirah (baju besi), dan Anna Regina Kant yang termasuk keluarga miskin. Ibunya meninggal pada saat Kant berumur 13 tahun, sedangkan ayah Kant meninggal saat dia berumur hampir 22 tahun. Pada usia delapan tahun kant menjadi murid di gymnasium.  Ia sejak kecil tidak pernah meninggalkan desanya, kecuali saat ia mengajar di desa tetangganya. Untuk mencari nafkah demi kehidupannya, ia sambil bekerja menjadi guru pribadi (guru privat) pada beberapa keluarga kaya.

 Kant adalah orang yang yang hidupnya selalu teratur, ia hidupnya disiplin dan tenang, dan ia hampir tidak berpergian. Kant melanjutkan studinya tentang teologi di Universitas Konigsberg pada tahun 1740. Namun perhatiannya justru tercurah pada filsafat, ilmu pasti dan fisika. Karena tidak mampu membiayai studinya, kant memperoleh uang studinya dari beasiswa. Dari tahun 1755 sampai tahun 1770, ia memberikan banyak kuliah sebagai dosen ‘prive’, sebagai dosen ‘tamu’. Pada 1775 Kant rnemperoleh gelar doctor. Sejak itu ia mengajar di Univensitas Konigsberg. Kant mengajar untuk ilmu pasti, ilmu alam, hukum, teologi, filsafat, dan masih banyak bidang lain. Kuliah beliau sangat menarik karena ia membuat mahasiswa berpikir sendiri. Sejak tahun 1770 ia menjabat sebagai guru besar di Universitas Konigsberg[2]. Pada Maret 1770, ia diangkat menjadi profesor logika dan metafisika dengan disertasi Mengenai Bentuk dan Azas-azas dari Dunia Inderawi dan Budiah (De mundi sensibilis atgue intelligibilis forma et principiis).
Kant mengalami tiga periode dalam hidupnya
1.      Ia melaksanakan ilmu alam dan filsafat alam meurut gaya Wolff dan Newton. Periode rasionalistis ini berlaku sampai tahun 1755.
2.      Setelah karya Hume diterjemahkan dalam bahasa jerman ( 1756 ), ia sangat dipengaruhi Hume dengan filsafatnya bernama empirisme. Ia berorientasi skeptis tentang pengetahuan filosofis.
3.      Sekitar 1770 mulailah periode kritis. Ia mendapat penerangan besar tentang nila hukum-hukum ilmyah, dengan konsekuensinya.
Kant meninggal pada usia 80 tahun pada 12 Februari 1804 di Konisberg.

B.     FILSAFAT KANT ( KRITISISME )

Secara harafilah kata kritik berarti pemisahan. Filsafat kant bermaksud membeda-bedakan antara pengenalan yang murni dan yang tidak murni, yang tiada kepastiannya. Ia ingin membersihkan pengenalan dari keterikatannya kepada segala penampakan yang bersifat sementara. Jadi filsafatnya dimaksud sebagai penyandaran atas kemampuan-kemampuan rasio secara obyektif dan menentukan batas-batas kemampuannya, untuk memberi tempat kepada iman kepercayaannya.

            Filsafat aliran kritisisme merupakan titik tolak dalam dunia filsafat barat. Ia menganggap bahwa filsafat rasionalisme ( yang menganggap bahwa hanya dengan berpikir, tanpa informasi dari pengalaman indera, kita tidak mengetahui apa - apa tentang dunia. Tapi dengan bantuan pengalaman juga kita tidak dapat mengetahui hakikat sesuatu ) dan empirisme ( seluruh pengetahuan bersumber dari pengalaman manusia ). senantiasa berat sebelah dalam menilai akal dan pengalaman sebagai sumber pengetahuan. Kant menyimpulkan dan mengatasi aliran rasionalisme dan empirisme. Kant tidak menentang adanya akal murni, ia hanya menunjukkan bahwa akal murni itu terbatas. Akal murni menghasilkan pengetahuan tanpa dasar indrawi atau independen dari alat pancaindra.
           
            Bagi Kant, para penganut empirisme benar bila berpendapat bahwa semua pengtahuan di dasarkan pada pengalaman meskipun hanya untuk sebagian. Tetapi para penganutrasionalisme juga benar karena akal memaksakan bentuk bentuknya sendiri terhadap suatu barang dan pengalaman.[3]

            Dalam kritisisme kant menganggap tekanan utama bukan terletak pada aspek psikologis seperti pada aliran empirisme, dan bukan pula terletak pada akal murni seperti pada aliran rasionalisme, akan tetapi terletak pada pengertian dan analisa kritis penilaian manusia, pada pemahaman Kant yang baru, dan sering disebut “revolusi Kopernikus yang kedua”.[4]

Isi utama dalam kritisisme yaitu gagasan Immanuel Kant tentang teori pengetahuan, etika, dan estetika. Gagasan tersebut muncul karena ada pertanyaan-pertanyaan yang mendasar yang timbul pada pemikiran Immanuel Kant. Pertanyaan-pertanyaan tersebut yaitu:

Ciri-ciri Kritisisme Immanuel Kant dapat disimpulkan menjadi tiga hal yaitu:
1.      Menganggap objek pengenalan berpusat pada subjek dan bukan pada objek.
2.      Menegaskan keterbatasan kemampuan rasio manusia untuk menetahui realitas atau hakikat sesuatu, rasio hanya mampu menjangkau gejalanya atau fenomenanya saja.
3.      Menjelaskan bahwa pengenalan manusia atas sesuatu itu diperoleh atas perpaduan antara peranan unsure “a priori” (sebelum di buktikan tapi kita sudah percaya) yang berasal dari rasio serta berupa ruang dan waktu dan peranan unsur “aposteoriori” (setelah di buktikan baru percaya) yang berasal dari pengalaman yang berupa materi. Bukan hanya berasal dari salah satu dari keduanya.

C.    Karya-karya Immanuel Kant
Immanuel Kant bermaksud mengadakan penelitian yang kritis terhadap rasio murni, dan Kant mewujudkan pemikirannya tersebut ke dalam beberapa buku yang sangat penting yaitu tentang kritik. Buku-bukunya antara lain berjudul:

a.       Kritik atas Rasio murni (kritik der reimem Vernunft) tahun 1781

Dalam kritik ini Kant menjelaskan bahwa ciri pengetahuan adalah bersifat umum, mutlak, dan memberi pengertian baru. Untuk itu Kant terlebih dulu membedakan adanya tiga macam putusan. Pertama, putusan analitis “a priori” di mana predikat tidak menambah sesuatu yang baru pada subjek, karena sudah termuat di dalamnya (misalnya, setiap benda menempati ruang). Kedua, putusan sintesis “aposteriori”, misalnya pernyataan"meja itu bagus", di sini predikat dihubungkan dengan subjek berdasarkan pengalaman indrawi. Ketiga, putusan sintesis “a priori” di sini dipakai sebagai suatu sumber pengetahuan yang kendati bersifat sintetis, namun bersifat a priori juga. Misalnya, putusan yang berbunyi "segala kejadian mempunyai sebabnya". Putusan ini berlaku umum dan mutlak (jadi a priori), namun putusan ini juga bersifat sintetis dan aposteriori, Sebab di dalam pengertian "kejadian" belum dengan sendirinya tersirat pengertian "sebab". Maka di sini baik akal ataupun pengalaman indrawi dibutuhkan serentak. Ilmu pasti, mekanika, dan ilmu pengetahuan alam disusun atas putusan sintetis yang bersifat a priori ini. Menurut Kant, putusan jenis ketiga inilah syarat dasar bagi apa yang disebut pengetahuan (ilmiah) dipenuhi, yakni bersifat umum dan mutlak serta memberi pengetahuan baru.

 Pada Taraf Indra

Dalam buku ini unsur a priori memainkan peranan bentuk dan unsure aposteriori memainkan peranan materi. Menurut Kant unsure a priori itu sudah terdapat pada tarap indra.
Ia berpendapat bahwa dalam pengatahuan indrawi selalu ada dua bentuk a priori, yaitu ruang dan waktu. Jadi ruang tidak merupakan ruang kosong, dimana benda-benda diletakkan; ruang tidak merupakan “ruang dalam dirinya”(ruang an sinch). Waktu bukan merupakan suatu arus tetap, dimana pengindraan-pengindraan bisa ditempatkan.


c.       Pada Taraf Akal Budi

Kant membedakan akal budi (Verstand) dengan rasio (Vernunff). Tugas akal budi ialah menciptakan orde antara data-data indrawi. Dengan kata lain akal budi mengucapkan putusab-putusan. Pengenalan akal budi juga merupakan sintesis antara bentuk dengan materi. Materi adalah data-data indrawi dan bentuk adalah a priori, yang terdapat pada akal budi. Bentuk a priori ini dinamakan Kant dengan istilah “kategori”. (Juana S. Pradja, 2000: 79). Menurut Kant ada duabelas kategori, tetapi yang terpenting dapat disebut disini hanya dua kategori saja, yaitu substansi dan kausalitas (sebab akiabt). Akal budi mempunyai struktur sedemikian rupa, sehingga terpaksa mesti memikirkan data-data indrawi sebagai substansi atau menurut ikatan sebab akibat atau menurut kategori lainnya.

d.      Pada Taraf Rasio

Menurut Juhaya S. Pradja, tugas rasio ialah menarik kesimpulan dari keputusan-keputusan. Dengan kata lain, rasio mengadakan argumenasi-argumentasi. Seperti akal budi menggabungkan data-data indrawi dengan mengadakan putusan-putusan, demikian pula rasio menggabungkan putusan-putusan.

Kant memperlihatkan bahwa rasio membentuk argumentasi itu dengan dipimpin tiga ide, yaitu jiwa, dunia dan Allah. Ide menurut Immanuel Kant ialah cita-cita yang menjamin kesatuan terakhir dalam bidang gejala psikis (jiwa), kejadian jasmani (dunia), dan segala galanya yang ada (Allah). Ketiga ide tersebut mengatur argumentasi kita tentang pengalaman., tetapi ketiga ide itu sendiri tidak termasuk pengalaman kita. Karena kategori akal budi hanya berlaku pada pengalaman, dan kategori itu tidak berlaku pada ide-ide, hal tersebutlah yang diusahakan dalam metafisika.Bagian yang terpenting dari buku Kant yaitu Critique on Peru Reason adalah filsafat Kant tentang transcendental aesthethic yang merupakan transcendental philosophy. Transcendental aesthethic membicarakan ruang dan waktu.

e.       Kritik Atas Rasio Praktis

Rasio murni yang dimaksudkan Immanuel Kant adalah rasio yang dapat menjalankan roda pengetahuan. Akan tetapi diasmping rasio murni terdapat rasio praktis, yaitu rasio yang mengatakan “apa yang harus kita lakukan” atau dengan kata lain “rasio yang memberikan perintah kepada kehendak kita”.

Kant memperlihatkan bahwa rasio praktis memberikan perintah yang mutlak yang disebut sebagai imperatif kategori. Kant beranggapan bahwa ada tiga hal yang harus disadari sebaik-baiknya bahwa ketiga hal tersebut dibuktikan, hanya dituntut, yang disebut Kant ketiga postulat dari rasio praktis. Ketiga itu adalah kebebasa kehendak, inmoralitas jiwa, dan adanya Allah.(Juhaya S. Pradja, 2000:82). Menerima ketiga hal tersebut dinamakan Kant sebagai Gloube alias kepercayaan, dengan demikian Kant berusaha untuk mempengaruhi keyakinannya atas Yesus Kritus dengan penemuan filsafatnya.

f.       Kritik atas Daya Pertimbangan

Kritik atas Daya Pertimbangan terdiri dari sebuah pendahuluan. Kant mengemukakan delapan pokok persoalan di antaranya adalah bagaimana cara ia berusaha merukunkan dua karya kritik sebelumnya di dalam satu kesatuan yang menyeluruh. Bagian pertama dari karya itu berjudul “Kritik atas daya penilaian estetis” dan terbagi menjadi dua bagian yang terkait dengan penilaian estetis yaitu analisa daya penilaian estetis dan dialektika daya penilaian estetis. Analisa putusan estetis dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu analisa tentang cantik (beautiful) dan analisa tentang agung (sublime). Kritik ketiga dari Immanuel Kant atas rasio dan empirisme yaitu dalam karyanya critique of jidgement. Sebagai konsekuensi dari “kritik atas rasio umum” dan “kritik atas rasio praktik” ialah munculnya dua lapangan tersendiri yaitu lapangan keperluan mutlak dibidang alam dan lapangan kebebasan dibidang tingkahlaku manusia.
Kritisisme Immanuel Kant sebenarnya telah memaduakan dua pendekatan dalam pencarian keberadaan sesuatu yang juga tentang kebenaran substanstial dari sesuatu itu. Kant seolah-olah mempertegas bahwa rasio tidak mutlak dapat menemukan kebenaran, karena rasio tidak membuktikan, demikian pula pengalaman, tidak dapat selalu dijadikan tolak ukur, karena tidak semua pengalaman benar-benar nyata dan rasional, sebagaimana mimpi nyata, tetapi “tidak real”, yang demikian sukar untuk dinyatakan sebagai kebenaran.
Dengan demikian, rasionalisme dan empirisme seharusnya bergabung agar melahirkan suatu paradigma baru bahwa kebenaran empiris harus rasional sebagaimana kebenaran rasional harus empiris. Jika demikian maka kemungkinana akan lahir aliran baru yaitu Rasionalisme empiris.











BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Filsafat Immanuel Kant ( kritisisme ) merupakan aliran filsafat yang menggabungkan antara dua filsafat sebelumnya yaitu Rasionalisme yang dipelopori oleh Rene Descartes dan Empirisme yang dipelopori oleh David Hume. Kant mempunyai beberapa karya yang sangat penting yaitu kritik atas rasio murni, kritik atas rasio praktis, kritik atas pertimbangan. Beberapa karyanya inilah yang sangat mempengaruhi pemikiran filosof sesudahnya, yang mau tak mau menggunakan pemikiran kant. Karena pemikiran kritisisme mengandung pedoman-pedoman berfikir yang rasional dan empiris.












DAFTAR PUSTAKA
            Salam, Burhanuddin Pengantar Filsafat.Jakarta: Bumi Aksara, 1995
            Bakker, Anton  Metode-Metode Filsafat.Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984
O Kattsoff, Louis pengantar filsafat “ .Jakarta : Tiara Wacana Yogya, 2004





[1]Drs. Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat (Jakarta: Bumi Aksara: 1995 ), hal. 46.
[2] Dr. Anton Bakker,  Metode-Metode Filsafat ( Jakarta: 1984: Ghalia Indonesia ), hal 87
[3] Louis O Kattsoff, pengantar filsafat “ ( Jakarta :2004 ; Tiara Wacana Yogya ), hal 140
[4] Dr. Anton Bakker,  Metode-Metode Filsafat ( Jakarta: 1984: Ghalia Indonesia ), hal 87

Tidak ada komentar:

Posting Komentar