BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Filsafat
berasal dari bahasa yunani philos yang artinya cinta dan sophie yang artinya kebijaksanaan / kearifan. Jadi
secara bahasa, filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Filsafat merupakan suatu
ilmu yang pertama kali muncul dan menjadi induk dari segala ilmu pengetahuan.
Filsafat muncul sebagai bentuk protes terhadap kaum sophist, kaum
terpelajar pada waktu itu yang menamakan dirinya bijaksana, padahal
kebijaksanaan mereka itu hanyalah semu bijaksana saja.[1]
Filsafat
merupakan analisa kritis terhadap suatu masalah dengan berfikir radikal (fundamental/
mendasar) secara sistematisdan menjadi dasar dalam mengambil suatu tindakan.
Jadi dapat dikatakan bahwa filsafat adalah ilmu yang mempelajari hakikat suatu
kebenaran dan pemikiran manusia secara kritis.
Ada banyak
filusuf (ahli filsafat) terkenal dengan pemikirannya masing-masing, diantaranya
adalah Immanuel Kant dengan filsafatnya yang disebut kritisisme. Ia mengatakan
bahwa filsafatnya merupakan penggabungan dari dua filsafat sebelumnya yang
saling bertentangan, yaitu rasionalisme dan empirisme.
Sebelum kita
masuk lebih dalam tentang filsafat kritisisme, alangkah lebih baiknya kita
mengetahui Immanuel Kant terlebih dahulu, baik tentang sejarah hidupnya, juga pemikirannya.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Dari latar belakang yang telah diutarakan diatas, timbul beberapa
masalah diantaranya
1.
Bagaimanakah
riwayat hidup Immanuel Kant ?
2.
Apakah
yang dimaksud dengan filsafat kritisisme ?
C.
TUJUAN
Tujuan dari
pembuatan makalah ini adalah agar pembaca dapat memahami lebih dalam tetang riwayat
hidup Immanuel Kant dan filsafatnya yang dikenal dengan sebutan filsafat
kritisisme.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
RIWAYAT
HIDUP IMMANUEL KANT
Immanuel Kant lahir pada tahun 1724 M di
Konisberg, Prusia Timur (sesudah PD II dimasukkan ke Uni Soviet dan namanya
diganti menjadi Kaliningrad), Jerman. Kant berasal dari pasangan Johann Georg Kant, seorang ahli pembuat baju zirah
(baju besi), dan Anna Regina Kant yang termasuk keluarga miskin. Ibunya meninggal pada saat Kant berumur 13 tahun, sedangkan ayah
Kant meninggal saat dia berumur hampir 22 tahun. Pada usia delapan tahun kant menjadi murid di
gymnasium. Ia sejak kecil tidak pernah meninggalkan desanya, kecuali saat
ia mengajar di desa tetangganya. Untuk mencari nafkah demi kehidupannya, ia
sambil bekerja menjadi guru pribadi (guru privat) pada beberapa keluarga kaya.
Kant
adalah orang yang yang hidupnya selalu teratur, ia hidupnya disiplin dan
tenang, dan ia hampir tidak berpergian. Kant melanjutkan studinya tentang
teologi di Universitas Konigsberg pada tahun 1740. Namun perhatiannya justru
tercurah pada filsafat, ilmu pasti dan fisika. Karena tidak mampu membiayai
studinya, kant memperoleh uang studinya dari beasiswa. Dari tahun 1755 sampai
tahun 1770, ia memberikan banyak kuliah sebagai dosen ‘prive’, sebagai dosen
‘tamu’. Pada 1775 Kant rnemperoleh gelar doctor. Sejak itu ia mengajar di
Univensitas Konigsberg. Kant mengajar untuk ilmu pasti, ilmu alam, hukum,
teologi, filsafat, dan masih banyak bidang lain. Kuliah beliau sangat menarik
karena ia membuat mahasiswa berpikir sendiri. Sejak tahun 1770 ia menjabat sebagai
guru besar di Universitas Konigsberg[2].
Pada Maret 1770, ia diangkat menjadi profesor logika dan metafisika dengan
disertasi Mengenai Bentuk dan Azas-azas dari Dunia Inderawi dan Budiah (De
mundi sensibilis atgue intelligibilis forma et principiis).
Kant mengalami tiga periode dalam
hidupnya
1.
Ia
melaksanakan ilmu alam dan filsafat alam meurut gaya Wolff dan Newton. Periode
rasionalistis ini berlaku sampai tahun 1755.
2.
Setelah
karya Hume diterjemahkan dalam bahasa jerman ( 1756 ), ia sangat dipengaruhi
Hume dengan filsafatnya bernama empirisme. Ia berorientasi skeptis tentang
pengetahuan filosofis.
3.
Sekitar
1770 mulailah periode kritis. Ia mendapat penerangan besar tentang nila hukum-hukum
ilmyah, dengan konsekuensinya.
Kant meninggal pada usia 80 tahun
pada 12 Februari 1804 di Konisberg.
B.
FILSAFAT
KANT ( KRITISISME )
Secara harafilah kata kritik berarti pemisahan. Filsafat kant
bermaksud membeda-bedakan antara pengenalan yang murni dan yang tidak murni,
yang tiada kepastiannya. Ia ingin membersihkan pengenalan dari keterikatannya
kepada segala penampakan yang bersifat sementara. Jadi filsafatnya dimaksud
sebagai penyandaran atas kemampuan-kemampuan rasio secara obyektif dan
menentukan batas-batas kemampuannya, untuk memberi tempat kepada iman
kepercayaannya.
Filsafat aliran
kritisisme merupakan titik tolak dalam dunia filsafat barat. Ia menganggap
bahwa filsafat rasionalisme ( yang menganggap bahwa hanya dengan berpikir,
tanpa informasi dari pengalaman indera, kita tidak mengetahui apa - apa tentang
dunia. Tapi dengan bantuan pengalaman juga kita tidak dapat mengetahui hakikat
sesuatu ) dan empirisme ( seluruh pengetahuan bersumber dari pengalaman manusia
). senantiasa berat sebelah dalam menilai akal dan pengalaman sebagai sumber
pengetahuan. Kant menyimpulkan dan mengatasi aliran rasionalisme dan empirisme.
Kant tidak menentang adanya akal murni, ia hanya menunjukkan bahwa akal murni
itu terbatas. Akal murni menghasilkan pengetahuan tanpa dasar indrawi atau
independen dari alat pancaindra.
Bagi Kant, para penganut
empirisme benar bila berpendapat bahwa semua pengtahuan di dasarkan pada
pengalaman meskipun hanya untuk sebagian. Tetapi para penganutrasionalisme juga
benar karena akal memaksakan bentuk bentuknya sendiri terhadap suatu barang dan
pengalaman.[3]
Dalam kritisisme
kant menganggap tekanan utama bukan terletak pada aspek psikologis seperti pada
aliran empirisme, dan bukan pula terletak pada akal murni seperti pada aliran
rasionalisme, akan tetapi terletak pada pengertian dan analisa kritis penilaian
manusia, pada pemahaman Kant yang baru, dan sering disebut “revolusi Kopernikus
yang kedua”.[4]
Isi
utama dalam kritisisme yaitu gagasan Immanuel Kant tentang teori pengetahuan,
etika, dan estetika. Gagasan tersebut muncul karena ada pertanyaan-pertanyaan yang
mendasar yang timbul pada pemikiran Immanuel Kant. Pertanyaan-pertanyaan
tersebut yaitu:
Ciri-ciri
Kritisisme Immanuel Kant dapat disimpulkan menjadi tiga hal yaitu:
1.
Menganggap objek pengenalan berpusat pada
subjek dan bukan pada objek.
2.
Menegaskan keterbatasan kemampuan rasio manusia
untuk menetahui realitas atau hakikat sesuatu, rasio hanya mampu menjangkau
gejalanya atau fenomenanya saja.
3.
Menjelaskan bahwa pengenalan manusia atas
sesuatu itu diperoleh atas perpaduan antara peranan unsure “a priori” (sebelum
di buktikan tapi kita sudah percaya) yang berasal dari rasio serta berupa ruang
dan waktu dan peranan unsur “aposteoriori” (setelah di buktikan baru percaya)
yang berasal dari pengalaman yang berupa materi. Bukan hanya
berasal dari salah satu dari keduanya.
C. Karya-karya
Immanuel Kant
Immanuel
Kant bermaksud mengadakan penelitian yang kritis terhadap rasio murni, dan Kant
mewujudkan pemikirannya tersebut ke dalam beberapa buku yang sangat penting
yaitu tentang kritik. Buku-bukunya antara lain berjudul:
a.
Kritik atas Rasio murni (kritik der reimem
Vernunft) tahun 1781
Dalam
kritik ini Kant menjelaskan bahwa ciri pengetahuan adalah bersifat umum,
mutlak, dan memberi pengertian baru. Untuk itu Kant terlebih dulu membedakan
adanya tiga macam putusan. Pertama, putusan analitis “a priori” di mana
predikat tidak menambah sesuatu yang baru pada subjek, karena sudah termuat di
dalamnya (misalnya, setiap benda menempati ruang). Kedua, putusan sintesis
“aposteriori”, misalnya pernyataan"meja itu bagus", di sini predikat
dihubungkan dengan subjek berdasarkan pengalaman indrawi. Ketiga, putusan
sintesis “a priori” di sini dipakai sebagai suatu sumber pengetahuan yang
kendati bersifat sintetis, namun bersifat a priori juga. Misalnya, putusan yang
berbunyi "segala kejadian mempunyai sebabnya". Putusan ini berlaku
umum dan mutlak (jadi a priori), namun putusan ini juga bersifat sintetis dan
aposteriori, Sebab di dalam pengertian "kejadian" belum dengan
sendirinya tersirat pengertian "sebab". Maka di sini baik akal
ataupun pengalaman indrawi dibutuhkan serentak. Ilmu pasti, mekanika, dan ilmu
pengetahuan alam disusun atas putusan sintetis yang bersifat a priori ini.
Menurut Kant, putusan jenis ketiga inilah syarat dasar bagi apa yang disebut
pengetahuan (ilmiah) dipenuhi, yakni bersifat umum dan mutlak serta memberi
pengetahuan baru.
Pada Taraf Indra
Dalam
buku ini unsur a priori memainkan peranan bentuk dan unsure aposteriori
memainkan peranan materi. Menurut Kant unsure a priori itu sudah
terdapat pada tarap indra.
Ia
berpendapat bahwa dalam pengatahuan indrawi selalu ada dua bentuk a priori, yaitu
ruang dan waktu. Jadi ruang tidak merupakan ruang kosong, dimana benda-benda
diletakkan; ruang tidak merupakan “ruang dalam dirinya”(ruang an sinch). Waktu
bukan merupakan suatu arus tetap, dimana pengindraan-pengindraan bisa
ditempatkan.
c.
Pada Taraf Akal Budi
Kant
membedakan akal budi (Verstand) dengan rasio (Vernunff). Tugas akal budi ialah
menciptakan orde antara data-data indrawi. Dengan kata lain akal budi
mengucapkan putusab-putusan. Pengenalan akal budi juga merupakan sintesis
antara bentuk dengan materi. Materi adalah data-data indrawi dan bentuk adalah a
priori, yang terdapat pada akal budi. Bentuk a priori ini dinamakan
Kant dengan istilah “kategori”. (Juana S. Pradja, 2000: 79). Menurut Kant ada
duabelas kategori, tetapi yang terpenting dapat disebut disini hanya dua
kategori saja, yaitu substansi dan kausalitas (sebab akiabt).
Akal budi mempunyai struktur sedemikian rupa, sehingga terpaksa mesti
memikirkan data-data indrawi sebagai substansi atau menurut ikatan sebab akibat
atau menurut kategori lainnya.
d.
Pada Taraf Rasio
Menurut
Juhaya S. Pradja, tugas rasio ialah menarik kesimpulan dari keputusan-keputusan.
Dengan kata lain, rasio mengadakan argumenasi-argumentasi. Seperti akal budi
menggabungkan data-data indrawi dengan mengadakan putusan-putusan, demikian
pula rasio menggabungkan putusan-putusan.
Kant
memperlihatkan bahwa rasio membentuk argumentasi itu dengan dipimpin tiga ide,
yaitu jiwa, dunia dan Allah. Ide menurut Immanuel Kant ialah cita-cita yang
menjamin kesatuan terakhir dalam bidang gejala psikis (jiwa), kejadian jasmani
(dunia), dan segala galanya yang ada (Allah). Ketiga ide tersebut mengatur
argumentasi kita tentang pengalaman., tetapi ketiga ide itu sendiri tidak
termasuk pengalaman kita. Karena kategori akal budi hanya berlaku pada
pengalaman, dan kategori itu tidak berlaku pada ide-ide, hal tersebutlah yang
diusahakan dalam metafisika.Bagian yang terpenting dari buku Kant yaitu Critique
on Peru Reason adalah filsafat Kant tentang transcendental aesthethic yang
merupakan transcendental philosophy. Transcendental aesthethic
membicarakan ruang dan waktu.
e.
Kritik Atas Rasio Praktis
Rasio
murni yang dimaksudkan Immanuel Kant adalah rasio yang dapat menjalankan roda
pengetahuan. Akan tetapi diasmping rasio murni terdapat rasio praktis, yaitu
rasio yang mengatakan “apa yang harus kita lakukan” atau dengan kata lain “rasio
yang memberikan perintah kepada kehendak kita”.
Kant
memperlihatkan bahwa rasio praktis memberikan perintah yang mutlak yang disebut
sebagai imperatif kategori. Kant beranggapan bahwa ada tiga hal yang
harus disadari sebaik-baiknya bahwa ketiga hal tersebut dibuktikan, hanya
dituntut, yang disebut Kant ketiga postulat dari rasio praktis. Ketiga
itu adalah kebebasa kehendak, inmoralitas jiwa, dan adanya Allah.(Juhaya
S. Pradja, 2000:82). Menerima ketiga hal tersebut dinamakan Kant sebagai Gloube
alias kepercayaan, dengan demikian Kant berusaha untuk mempengaruhi
keyakinannya atas Yesus Kritus dengan penemuan filsafatnya.
f.
Kritik atas Daya Pertimbangan
Kritik
atas Daya Pertimbangan terdiri dari sebuah pendahuluan. Kant mengemukakan
delapan pokok persoalan di antaranya adalah bagaimana cara ia berusaha
merukunkan dua karya kritik sebelumnya di dalam satu kesatuan yang menyeluruh.
Bagian pertama dari karya itu berjudul “Kritik atas daya penilaian estetis” dan
terbagi menjadi dua bagian yang terkait dengan penilaian estetis yaitu analisa
daya penilaian estetis dan dialektika daya penilaian estetis. Analisa putusan
estetis dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu analisa tentang cantik (beautiful)
dan analisa tentang agung (sublime). Kritik ketiga dari Immanuel Kant atas
rasio dan empirisme yaitu dalam karyanya critique of jidgement. Sebagai
konsekuensi dari “kritik atas rasio umum” dan “kritik atas rasio praktik” ialah
munculnya dua lapangan tersendiri yaitu lapangan keperluan mutlak dibidang alam
dan lapangan kebebasan dibidang tingkahlaku manusia.
Kritisisme
Immanuel Kant sebenarnya telah memaduakan dua pendekatan dalam pencarian
keberadaan sesuatu yang juga tentang kebenaran substanstial dari sesuatu itu.
Kant seolah-olah mempertegas bahwa rasio tidak mutlak dapat menemukan
kebenaran, karena rasio tidak membuktikan, demikian pula pengalaman, tidak
dapat selalu dijadikan tolak ukur, karena tidak semua pengalaman benar-benar
nyata dan rasional, sebagaimana mimpi nyata, tetapi “tidak real”, yang demikian
sukar untuk dinyatakan sebagai kebenaran.
Dengan
demikian, rasionalisme dan empirisme seharusnya bergabung agar melahirkan suatu
paradigma baru bahwa kebenaran empiris harus rasional sebagaimana kebenaran
rasional harus empiris. Jika demikian maka kemungkinana akan lahir aliran baru
yaitu Rasionalisme empiris.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Filsafat Immanuel Kant ( kritisisme
) merupakan aliran filsafat yang menggabungkan antara dua filsafat sebelumnya
yaitu Rasionalisme yang dipelopori oleh Rene Descartes dan Empirisme yang
dipelopori oleh David Hume. Kant mempunyai beberapa karya yang sangat penting
yaitu kritik atas rasio murni, kritik atas rasio praktis, kritik atas
pertimbangan. Beberapa karyanya inilah yang sangat mempengaruhi pemikiran
filosof sesudahnya, yang mau tak mau menggunakan pemikiran kant. Karena
pemikiran kritisisme mengandung pedoman-pedoman berfikir yang rasional dan
empiris.
DAFTAR PUSTAKA
Salam, Burhanuddin Pengantar Filsafat.Jakarta: Bumi
Aksara, 1995
Bakker, Anton Metode-Metode Filsafat.Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1984
O Kattsoff, Louis pengantar filsafat “ .Jakarta : Tiara Wacana Yogya, 2004
[1]Drs.
Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat (Jakarta: Bumi Aksara: 1995 ),
hal. 46.
[2]
Dr. Anton Bakker, Metode-Metode
Filsafat ( Jakarta: 1984: Ghalia Indonesia ), hal 87
[3]
Louis O Kattsoff, pengantar filsafat “ ( Jakarta :2004 ; Tiara Wacana
Yogya ), hal 140
[4]
Dr. Anton Bakker, Metode-Metode
Filsafat ( Jakarta: 1984: Ghalia Indonesia ), hal 87
Tidak ada komentar:
Posting Komentar