Kamis, 26 Mei 2016

Makalah Filsafat Ilmu : Pendekatan Non Positifistik C.A Van Peursen

PENDEKATAN NON POSITIFISTIK
C.A Van Peursen
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu
 Dosen pengampu: Dr. Usman



















Disusun oleh:
Ahfash Tontowi                      (15410170)


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2016


 Daftar Isi












BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang

Filsafat sebagai suatu ilmu pengetahuan yang berusaha mencari kebenaran telah memberikan banyak pelajaran, misalnya tentang kesadaran, kemauan, dan kemampuan manusia sesuai dengan posisinya sebagai makhluk individu, makhluk sosial dan makhluk Tuhan untuk diaplikasikan dalam kehidupan.
Dalam dunia filsafat terdapat beberapa pendekatan guna mengetahui kebeneran dari suatu gejala yang muncul. Mulai dari pendekatan non ilmiah hingga yang ilmiah. Diantara banyaknya pendekatan itu ada pendekatan positivistik dan non-positivistik. C.A van Peursen adalah salah seorang filsuf yang menyumbangkan pemikirannya dalam dunia filsafat tentang pendekatan non positivistik. Lebih tepatnya ia mengkritisi pendekatan positivistik dengan argumennya sehingga ia disebut sebagai tokoh filsuf non-positivistik tersebut.
Maka dari itu, penulis ingin memahami filsafat dan bagaimana kritik sang tokoh C.A van peursen tersebut terhadap pendekatan positivistik dalam kaitanya untuk mencari kebenaran suatu pengetahuan, dan kemudian menulisnya menjadi makalah ini.

B.     Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, timbulah beberapa pertanyaan berkaitan dengan pembahasan dalam makalah ini, diantaranya :
1.      Apa itu filsafat ilmu ?
2.       Apa itu aliran Positivistik?
3.      Bagaimanakah pendekatan non positivistik menurut C.A van Peursen ?

C.     Tujuan

Tujuan dari penyusunan makalah yang berjudul “Pendekan Ilmiah Non-positifistik C.A van Peursen” ini adala sebagai berikut
1.      Memahami apa itu filsafat ilmu, mulai dari pengertian, objek kajian, hingga tujuan mempelajarinya.
2.      Memahami apa itu aliran filsafat positivistik.
3.      Memahami bagaimana pendekatan non-positivistik menurut C.A van Peursen.













BAB II
PEMBAHASAN


A.    Filsafat Ilmu

a.       Pengertian
Filsafat ilmu terdiri dari dua kata yang memiliki definisi atau pengertian masing-masing. Kata pertama adalah filsafat, telah kita ketahui besama pengertian filsafat pada pelajaran sebelumnya mengenai filsafat umum. Filsafat adalah proses berfikir secara radikal, sistematik, dan universal terhadap segala yang ada dan mungkin ada. Dengan kata lain, berfilsafat berarti berfikir secara radikal ( mendasar, mendalam sampai ke akar-akarnya ), sistematik ( teratur, runtut, logis, dan tidak serampangan ), untuk mencapai kebenaran universal ( umum, integral, dan tidak khusus serta tidak parsial ).[1]
Kata yang kedua adalah ilmu, secara etimologis ( bahasa ) ilmu dapat dirujuk pada kata Al-‘ilm ( Bahasa Arab ), science ( Bahasa Inggris ), watenschap ( Bahasa belanda, atau wissenschaf ( Bahasa Jerman ) yang keragaman istilah ini menunjukkan kepada kita bahwa setiap negara atau bangsa memiliki pemahaman tentang ilmu. Menurut Stefanus ilmu adalah serangkaian aktivitas manusia yang rasional dan atau aktivitas penelitian dengan menggunakan metode ilmiah, sehingga menghasilkan kumpulan pengetahuan yang sistematis, teknologi dan seni mengenai gejala kealaman, kemasyarakatan, atau keorangan untuk tujuan mencapai kebenaran, memberi penjelasan, dan melakukan penerapan[2] ( Stefanus, filsafat hlm.42.)


Berdasarkan definisi filsafat dan ilmu diatas dapat kita simpulkan bahwa filsafat ilmu adalah aktivitas berfikir secara radikal, sistematik, dan universal yang bertanggung jawab atas suatu ilmu untuk mencari sebuah kebenaran.

b.      Objek Kajian
Setiap disiplin ilmu memiliki objek kajian yang berbeda beda, tetapi pada dasarnya objek kajian ilmu adalah objek formal dan material. Yang menyebabkan perbedaan ilmu adalah objek formalnya, sehingga dari satu objek material dapat menjadikan munculnya beberapa disiplin ilmu. Contohnya adalah manusia yang sebagai objek material, bila manusia dipelajari hubungannya dengan alam sosial maka munculah ilmu sosiologi, bila yang dipelajari adalah pada aspek kejiwaan dan pola dari tingkah lakunya untuk mengetahui kepribadiannya maka munculah ilmu psikologi, bila manusia dipelajari pada aspek organ tubuh dan sistem sistem yang berjalan dalam tubuh manusia maka munculah ilmu biologi dan lain sebagainya.
Objek material dari filsafat ilmu ini adalah ilmu pengetahuan, sedang objek formalnya adalah filsafat. Karena itu, filsafat ilmu mempertanyakan dan mengkaji hal hal mendasar, fundamental, dan hakiki dari ilmu pengetahuan. Pertanyaan mendasar dan fundamental yang akan dikaji filsafat ilmu untuk mencarri jawaban adalah apa itu ilmu? Bagaimana metode memperoleh ilmu? Apa fungsi dan tujuan ilmu? Ketiga pertanyaan ini dalam filsafat ilmu dikenal dengan istilah ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Ketiga aspek inilah yang akan menjadi wilayah kajian filsafat terhadap ilmu.[3]




c.       Tujuan mempelajari filsafat ilmu
Filsafat ilmu berusaha mengkaji hal tersebut guna menjelaskan hakekat ilmu yang mempunyai banyak keterbatasan, sehingga dapat diperoleh pemahaman yang padu mengenai berbagai fenomena alam yang telah menjadi objek ilmu itu sendiri, dan yang cenderung terfragmentasi. Untuk itu filsafat ilmu bermanfaat untuk : 
1.      Melatih berfikir radikal tentang hakekat ilmu 
2.      Melatih berfikir reflektif di dalam lingkup ilmu 
3.      Menghindarkan diri dari memutlakan kebenaran ilmiah, dan menganggap bahwa ilmu sebagai satu-satunya cara memperoleh kebenaran 
4.      Menghidarkan diri dari egoisme ilmiah, yakni tidak menghargai sudut pandang lain di luar bidang ilmunya.[4]

d.      Aliran kefilsafatan modern
Beberapa aliran filsafat modern yang terkenal diantaranya adalah positivisme, neopositivisme, hermeneutik, strukturalisme, holisme, dan teori sistem.







B.     Filsafat Ilmu : Positivisme

Positivisme mencakup berbagai aliran yang memandang ilmu-ilmu positif sebagai kriteria tertinggi bagi suatu diskusi rasional tentang pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan pengetahuan manusia, tetapi, sering juga, tentang pertanyaan-pertanyaan berkenaan dengan masyarakat.[5]”Ilmu- ilmu positif” yang dimaksud adalah ilmu-ilmu yang yang hanya bersumber pada fakta fakta yang dapat dikonstatasi (ditetapkan) sehingga muncul keajegan keajegan yang dapat dikontrol oleh logika. Keajegan-keajegan meletakkan suatu  perkaitan yang empirikal. “Empirikal” maksudnya perkaitan itu dapat dikonstatasi melalui pengamatan dan percobaan. Misalnya adalah seseorang yang mengkonstatasi dua fakta, fakta pertama adalah “angin bertiup”, dan fakta kedua adalah “kincir angin berputar”. Pada kedua fakta ini seseorang harus sampai pada penalaran logika dan mengaitkan kedua fakta sehingga muncul keajegan. Misalnya menggunakan “Jika...,Maka....”, dengan ini akan timbul keajegan “Jika angin bertiup, maka kincir angin berputar”.
Pada abad yang lalu ( abad 19 ), pemikir Perancis August Comte ( 1798-1857 tokoh terpenting yang mendirikan faham positivisme ini ) merancang sebuah sistem akbar filsafat “positif”. Didalamnyaq ilmu ilmu yang berkaitan dengan metode ilmu alam mewujudkan kultur tertinggi pada perkembangannya.[6] Filsafat positifisme ini bersifat anti-metafisis, artinya ia hanya menerima fakta-fakta yang bersifat positif-ilmiah. Semboyan Comte yang terkenal adalah savoir pour prevoir ( mengetahui supaya siap untuk bertindak), artinya manusia harus meneliti gejala-gejala dan hubungan-hubungan antara gejala-gejala ini supaya ia dapat meramalkan apa yang akan terjadi.[7]

C.     Pendekatan Non-Positivistik oleh C.A Van Peursen

a.       Biografi
Cornelis Anthonie Van Peursen dilahirkan tanggal 8 Juli 1920 di negeri Belanda. Belajar Hukum dan Filsafat di Universitas Negeri di Leiden. Tahun 1948 mencapai gelar Doktor Filsafat. Tahun 1948-1950 menjabat wakil ketua hubungan internasional pada kementerian Pendidikan Belanda. Tahun 1950-1953 Lector Filsafat pada Universitas Negeri di Utrecht, 1953-1960 Guru Besar Filsafat pada Universitas Negeri di Groningen, dan sejak tahun 1960 di Universitas Negeri di  Leiden. Selain itu sejak tahun 1963 Guru Besar Luar Bi asa dalam Ilmu Epistemologi pada Universitas Kristen di Amsterdam (VU). Pernah memberikan kuliah tamu di Oxford, Munchen, Wina, Roma, Johannseburg, New Delhi, Tokyo, Manila, Princeton dan California. Beberapa kali memimpin penataran dosen filsafat se Indonesia pada Universita Negeri Gajah Mada di Yogyakarta. Buku-bukunya antara lain di terjemahkan kedalam bahasa Perancis, Jerman, Inggris, Spanyol, Jepang, dan Korea. Yang diterbitkan dalam bahasa Indonesia: Badan – jiwa – roh, Itulah Tuhan, dan Strategi Kebudayaan.[8]

b.      Pemikiran C.A. Van Peursen
Dalam filsafat ilmu,dewasa ini, akal budi dan indera, atau teori dan keterberian pengalaman, dua-duanya saling berjalin.[9] Fakta-fakta dan pengalaman inderawi adalah masukan dari dunia kenyataan dalam sebuah ilmu, sedangkan pengertian-pengertian akal budi lebih kepada upaya konstruktif pengetahuan yang diterima dari dunia kenyataan. Pendekatan ilmiah positivistik merupakan pendekatan yang berpangkal dari data empiri, yakni data yang didapat dari hasil pengamatan ataupun dari fakta yang dinyatakan dengan ungkapan (pengalaman). Namun ilmu formal tidak mengenai data empiris, akan tetapi menjalin hubungan antara lambang-lambang, yang membuka kemungkinan memakai data observasi yang telah diperoleh untuk “menghitung”( menyusun penjabaran logis, dan deduksi).[10] Bagaimana caranya orang dapat secara tepat mengetahui ciri-ciri deduksi, merupakan satu masalah pokok yang dihadapi oleh filsafat ilmu. Dewasa ini pendirian yang paling banyak dianut orang mengatakan bahwa deduksi ialah: penalaran yang sesuai dengan hukum-hukum serta aturan-aturan logika formal; dalam hal ini orang menganggap bahwa tidaklah mungkin titik-titik tolak yang benar menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang tidak benar.[11] Sehingga penyelesaian masalah-masalah dalam ilmu ilmu deduktif tidak seperti ilmu-ilmu empirik yang menggunakan pengalaman, melainkan menggunakan penjabaran dalil-dalil yang telah ada dan diperoleh sebelumnya.

Kemudian berangkat dari sini timbulah pertanyaan yang bersifat metodologikal. Sebab, apakah orang begitu saja dapat meletakkan perkaitan antara dua fakta sembarangan. Kita ingat saja kuasi-hubungan yang pernah diletakkan secara statistikal: selama beberapa tahun datang lebih banyak burung bangau bersarang di Elzas dan dalam tahun-tahun itu juga ternyata jumlah kelahiran bayi meningkat. Bolehkah orang disini menerapkan penalaran “jika..., maka...”? Hal dua gejala secara teratur berlangsung secara bersamaan belum berarti memuat hubungan yang niscaya secara logikal.[12]

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Filsafat ilmu adalah aktivitas berfikir secara radikal, sistematik, dan universal yang bertanggung jawab atas suatu ilmu untuk mencari sebuah kebenaran. Filsafat ilmu memiliki dua objek kajian yaitu objek kajian formal dan material. Objek kajian formalnya adalah filsafat, sedang objek kajian materialnya adalah ilmu pengetahuan. tujuan dari mempelajari filsafat ilmu adalah agar kita mampu memahami, menjelaskan, dan mengintenalisasikan aspek-aspek mendasar dan mendasar dari ilmu, baik aspek ontologi, epistemologi maupun aksiologi dan mempraktekkannya dalam berbagai aktivitas keilmuan, khususnya penelitian dan karya ilmiah.
Positivisme adalah sebuah pendekatan atau metode ilmiah untuk mendapatkan kebenaran yang beranggapan bahwa kriteria tertinggi bagi suatu diskusi rasional tentang pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan pengetahuan manusia adalah ilmu-ilmu positif. Ilmu positif adalah ilmu-ilmu yang yang hanya bersumber pada fakta fakta yang dapat dikonstatasi (ditetapkan) sehingga muncul keajegan-keajegan yang dapat dikontrol oleh logika.
Kritik yang disampaikan C.A va Peursen mengatakan bahwa hukum dan teori ilmiah tidak pernah dapat dikembalikan seluruhnyakepada data pengalaman.





B.     Daftar Pustaka


Danial. 2014. Seri Buku Dasar Filsafat Ilmu. Yogyakarta:  Kaukaba Dipantara.
Hartoko, Dick. 2001. Orientasi di Alam Filsafat. Jakarta:  Gramedia.
J Drost. 1980. Susunan Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Gramedia.
Maksum, Ali. 2014. Pengantar Filsafat dari Masa Klasik hingga Postmodernisme. Yogyakarta:  Ar-Ruzz Media.
Mustansyir, Rizal dan Misnal Munir. 2001. Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Siahaan, Dermon. “Tips Motivasi”. 21 Maret 2016. http://tipsmotivasihidup.blogspot.co.id/2013/05/manfaat-mempelajari-filsafat-ilmu.html.
Sidharta, B. Arif. 2014. Filsafat Ilmu. Malang : Universitas Brawijaya Press.
Soemargono, Soejono. 1997. Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Tiara Wacana Jogja.




[1] Ali Maksum. Pengantar Filsafat dari Masa Klasik hingga Postmodernisme. Ar-Ruzz Media, Yogyakarta, 2014, hlm.21.
[2] Danial. Seri Buku Dasar Filsafat Ilmu. Kaukaba Dipantara, Yogyakarta, 2014, hlm.46-47.
[3] Ibid,hlm.48-49.
[4] Dermon Siahaan, Tips Motivasi, http://tipsmotivasihidup.blogspot.co.id/2013/05/manfaat-mempelajari-filsafat-ilmu.html, diakses 21Maret 2016, jam 00.13 WIB.
[5] B. Arif Sidharta. Filsafat Ilmu ( terjemah dari buku ”Filosofie van de Wetenschappen” karangan C.A. van Peursen).Universitas Brawijaya Press, Malang, 2014, hlm.27.
[6] Ibid,.
[7] Rizal Mustansyir dan Misnal Munir. Filsafat Ilmu. Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2001, hlm.86.
[8] Dick Hartoko. Orientasi di Alam Filsafat ( terjemah dari buku “Filosifische Orientatie” karangan C.A van Peursen). Gramedia, Jakarta, 1980,hlm.261.
[9] B. Arif Sidharta. Filsafat Ilmu ( terjemah dari buku ”Filosofie van de Wetenschappen” karangan C.A. van Peursen).Universitas Brawijaya Press, Malang, 2014, hlm.43.
[10] J Drost. Susunan Ilmu Pengetahuan( terjemah dari buku “De Opbouw van de Wetenschap” karangan C.A van Peursen dkk. Gramedia, Jakarta, 1980, hlm.82.
[11] Soejono Soemargono. Pengantar Filsafat Ilmu ( terjemah dari buku “Inleiding tot de Wetenschapsleer” karangan C.A van Peursen. Tiara Wacana Jogja, Yogyakarta, 1997, hlm.23.
[12] B. Arif Sidharta. Filsafat Ilmu ( terjemah dari buku ”Filosofie van de Wetenschappen” karangan C.A. van Peursen).Universitas Brawijaya Press, Malang, 2014, hlm.28.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar